Al-quran Allah menetapkan suatu ikatan suci, yaitu Akad Nikah, agar
hubungan antara dua anak manusia itu dapat menyuburkan ketentraman
cinta dan kasih sayang. Dengan dua kalimat yang sederhana –ijab dan
qabul– terjadilah perubahan besar. Yang haram menjadi halal, yang
maksiat menjadi ibadah, kekejian menjadi kesucian, dan kebebasan
menjadi tanggung jawab. Maka nafsu pun berubah menjadi cinta dan kasih
sayang.
Begitu besarnya perubahan ini, sehingga Al Quran menyebut Akad Nikah
sebagai Mitsaqon Ghaliza, atau perjanjian yang berat. Dalam Al Quran,
kata Mitsaqon Ghaliza hanya disebutkan tiga kali, yaitu
1) Ketika Allah SWT membuat perjanjian dengan para Nabi dan Rasul Ulul Azmi [QS. Al-Ahzab: 7],
2) Ketika Allah SWT mengangkat Bukit Tsur di atas kepala Bani Israil dan menyuruh mereka bersumpah setia di hadapan Allah [QS. An-Nisa: 154],
3) Dan ketika Allah SWT menyatakan hubungan pernikahan [QS. An-Nisa: 21].
1) Ketika Allah SWT membuat perjanjian dengan para Nabi dan Rasul Ulul Azmi [QS. Al-Ahzab: 7],
وَإِذْ
أَخَذْنَا مِنَ النَّبِيِّينَ مِيثَاقَهُمْ وَمِنكَ وَمِن نُّوحٍ
وَإِبْرَاهِيمَ وَمُوسَىٰ وَعِيسَى ابْنِ مَرْيَمَ ۖ وَأَخَذْنَا مِنْهُم
مِّيثَاقًا غَلِيظًا
Dan
(ingatlah) ketika Kami mengambil perjanjian dari nabi-nabi dan dari
kamu (sendiri) dari Nuh, Ibrahim, Musa dan Isa putra Maryam, dan Kami
telah mengambil dari mereka perjanjian yang teguh.
2) Ketika Allah SWT mengangkat Bukit Tsur di atas kepala Bani Israil dan menyuruh mereka bersumpah setia di hadapan Allah [QS. An-Nisa: 154],
وَرَفَعْنَا
فَوْقَهُمُ الطُّورَ بِمِيثَاقِهِمْ وَقُلْنَا لَهُمُ ادْخُلُوا الْبَابَ
سُجَّدًا وَقُلْنَا لَهُمْ لَا تَعْدُوا فِي السَّبْتِ وَأَخَذْنَا مِنْهُم
مِّيثَاقًا غَلِيظًا
Dan
telah Kami angkat ke atas (kepala) mereka bukit Thursina untuk
(menerima) perjanjian (yang telah Kami ambil dari) mereka. Dan kami
perintahkan kepada mereka: "Masuklah pintu gerbang itu sambil bersujud",
dan Kami perintahkan (pula) kepada mereka: "Janganlah kamu melanggar
peraturan mengenai hari Sabtu", dan Kami telah mengambil dari mereka
perjanjian yang kokoh.
3) Dan ketika Allah SWT menyatakan hubungan pernikahan [QS. An-Nisa: 21].
وَكَيْفَ تَأْخُذُونَهُ وَقَدْ أَفْضَىٰ بَعْضُكُمْ إِلَىٰ بَعْضٍ وَأَخَذْنَ مِنكُم مِّيثَاقًا غَلِيظًا
Bagaimana
kamu akan mengambilnya kembali, padahal sebagian kamu telah bergaul
(bercampur) dengan yang lain sebagai suami-isteri. Dan mereka
(isteri-isterimu) telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat.
Dengan perjanjian ini, istri mempunyai hak yang harus dipenuhi oleh
suami. Di haji Wada’ Rasulullah SAW mengingatkan kita dengan peringatan
suci,
“Wahai manusia, sesungguhnya istri kalian mempunyai hak atas kalian
sebagaimana kalian mempunyai hak atas mereka. Hak kalian atas mereka
ialah mereka (para istri) tidak boleh mengizinkan orang yang tidak
kalian senagi masuk ke rumah kecuali dengan izin kalian. Terlarang bagi
mereka melakukan kekejian. Jika mereka berbuat keji, bolehlah kalian
menahan mereka dan menjauhi tempat tidur mereka, serta memukul mereka
dengan pukulan yang tidak melukai. Jika mereka taat, maka kewajiban
kalian adalah menjamin rezeki dan pakaian mereka sebaik-baiknya.
Ketahuilah, kalian mengambil wanita itu sebagai amanah dari Allah, dan
kalian halalkan kehormatan mereka dengan Kitab Allah. Takutlah kepada
Allah dalam mengurus istri kalian. Aku wasiatkan kalian untuk selalu
berbuat baik”
“Aku wasiatkan kalian untuk selalu berbuat baik”, begitu kata-kata
terakhir dari Rasulullah SAW ketika mengingatkan kita tentang kewajiban
di balik amanah pernikahan. Ada kesenangan-kesenangan di dalamnya yang
boleh dirasakan bersama, tetapi ada yang harus dijaga dan
diperjuangkan karena amanah ini.
Untuk mendapatkan keluarga sakinah, mawaddah, warrahmah seperti yang
dicita-citakan setiap muslim dan muslimah, tidak semudah yang
dibayangkan. Ternyata pemahaman ilmu dien yang cukup dari masing-masing
pihak memegang peran penting untuk mewujudkan cita-cita tersebut,
mengingat dalam rumah tangga banyak permasalahan yang akan timbul.
Wallahua'lam
Wallahua'lam
sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar